Layanan Kepaniteraan Hukum
- Persyaratan Pembuatan Surat Keterangan Bantuan Hukum (SKBH)/Surat Kuasa Insidentil
• Surat permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Pulang Pisau
• Asli dan Fotokopi suart kuasa khusus (3 rangkap)
• Pas foto ukuran 4x6 (2 lembar)
• Fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa
• Asli dan fotokopi surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan adanya hubungan keluarga antara pemberi dan penerima kuasa. - Persyaratan Pembuatan Surat Keterangan Tidak Tersangkut Perkara Pidana dan Perdata
• Fotokopi permohonan;
• SKCK asli + foto kopi legalisir
• Fotokopi KTP
• Foto 4 x 6 sebanyak 2 lembar
• Fotokopi Kartu Keluarga
• Fotokopi Ijazah yang dilegalisir - Persyaratan Permintaan Salinan Putusan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap
• Surat permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Pulang Pisau dan memuat Nomor perkara dan tahun perkara
• Foto kopi KTP pemohon - Persyaratan Surat Izin Penelitian/Riset
• Surat pengantar dari Perguruan Tinggi
• Surat permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Pulang Pisau - Persyaratan Pendafataran Surat Kuasa
• Surat Kuasa asli
• Fotokopi surat kuasa
• Fotokopi Berita Acara Sumpah
• Fotokopi Kartu Tanda Anggota
• Fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa
• Apabila kuasa mewakili instansi maka wajib melampirkan surat tugas dar instansi terkait - Persyaratan Permohonan Informasi
• Surat permohonan informasi yang ditujukan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Pengadian Negeri Pulang Pisau yang menjelaskan tujuan permohonan informasi
• Fotokopi KTP Pemohon - Persyaratan Penolakan Waris
• Surat permohonan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Pulang Pisau
• Fotokopi KTP
• Fotokopi Akta Kelahiran
• Fotokopi Akta Kematian
• Fotokopi Akta Nikah
• Surat pernyataan penolakan ahli waris dari pemohon
• Surat keterangan ahli waris
PERMOHONAN SURAT KETERANGAN SUDAH BISA DILAYANI ONLINE MELALUI WEBSITE ERATERANG
Pelayanan permohonan surat keterangan di Pengadilan Negeri seluruh Republik Indonesia semakin mudah setelah diaplikasikan ke sistem Online dengan nama ERATERANG. Dengan menggunakan HP/Gawai, Laptop dan Komputer/PC pemohon dapat mengajukan permohonanannya dimanapun dia berada selama ada akses internet.
Jenis Surat Keterangan yang Dilayani ERATERANG:
• Surat Keterangan Tidak Sedang Dinyatakan Pailit
• Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana
• Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya
• Surat Keterangan diPidana karena Kealpaan Ringan atau Alasan Politik
• Surat Keterangan Tidak memiliki tanggungan Utang Secara Perorangan dan/atau Secara Badan Hukum yang menjadi Tanggung Jawabnya yang Merugikan Keuangan Negara
Tahapan Permohonan ERATERANG:
1. Pemohon melakukan pendaftaran pengguna pada website ERATERANG dialama: https://eraterang.badilum.mahkamahagung.go.id/masuk
2. Pemohon melakukan permohonan dengan menginput formulir elektronik yang sudah disediakan
3. Pengadilan melakukan verifikasi data permohonan dan melakukan cek pada basis data perkara nasional pada Aplikasi PTSP
4. Pengadilan cetak surat keterangan pada Aplikasi PTSP
5. Pemohon datang ke Pengadilan dengan membawa surat permohonan yang sudah dicetak melalui website ERATERANG untuk mengambil surat keterangan.
Dokumen yang harus dipersiapkan:
Anda cukup mempersiapkan Email untuk mendaftar di website ERATERANG, Identitas diri (KTP/SIM), SKCK terbaru, Pas Photo / Scan Foto / Foto yang diambil melalui smartphone. Selanjutnya anda tinggal membuka situs ERATERANG dan mengunggah semua persyaratan tersebut melalui aplikasi yang tersedia.
Setelah proses pendaftaran dan semua persyaratan selesai diunggah di website ERATERANG, maka Surat Keterangan bisa anda ambil di kantor Pengadilan Negeri Pulang Pisau.
Tautan Alamat Website ERATERANG :
https://eraterang.badilum.mahkamahagung.go.id/masuk
PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
Perlindungan hukum merupakan suatu bentuk
pelayanan yang wajib diberikan oleh pemerintah untuk memberikan rasa aman
kepada setiap warga masyarakat. Dalam proses peradilan pidana terutama yang
berkenaan dengan Saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya
Saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya Saksi dan
Korban merupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana.
Keberadaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang
mendapat perhatian masyarakat disebabkan oleh Saksi dan Korban takut memberikan
kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak tertentu. Hal
tersebut melatar belakangi di bentuknya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban yang
di undangkan pada 11 Agustus 2006. Dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban, diatur pula tentang sebuah lembaga yang
bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi
dan korban, yang dinamakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (disingkat LPSK) adalah lembaga nonstruktural
yang didirikan dan bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan
bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini. Perlindungan
yang diberikan pada korban atau saksi dapat diberikan pada tahap penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, atas dasar
inisiatif dari aparat penegak hukum, aparat keamanan, dan atau dari permohonan
yang disampaikan oleh korban.
Sebelum
saksi dan korban bisa mendapatkan perlindungan hukum dari LPSK, Pemohon harus melewati
beberapa prosedur yang telah ditetapkan oleh LPSK disamping harus memenuhi
persyaratan untuk mendapat perlindungan dari LPSK ini seperti yang telah
dijelaskan dalam pasal 28 - pasal 36 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006. Adapun
beberapa persyaratan yang telah di tentukan oleh LPSK untuk pemberian
perlindungan dan bantuan terhadap saksi dan korban tercantum dalam Pasal 28
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang berbunyi: Perjanjian perlindungan LPSK
terhadap Saksi dan/atau Korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2) diberikan dengan mempertimbangkan syarat sebagai berikut:
a. Sifat pentingnya
keterangan Saksi dan/atau Korban;
b. Tingkat ancaman yang
membahayakan Saksi dan/atau Korban;
c. Hasil analisis tim
medis atau psikolog terhadap Saksi dan/atau Korban;
d. Rekam jejak kejahatan
yang pernah dilakukan oleh Saksi dan/atau Korban.
Pasal
28 memberikan penjelasan bahwa setiap saksi dan/atau korban dapat menerima
perlindungan hukum dari LPSK jika memenuhi syarat-syarat di atas, yaitu setiap
keterangan yang diberikan oleh Saksi dan/atau Korban dalam suatu sidang di
pengadilan haruslah bersifat penting. Selain itu juga adanya ancaman dari luar
yang mungkin membahayakan nyawa para saksi dan/atau korban serta membahayakan
keluarganya. Tata Cara pemberian Perlindungan terhadap saksi dan korban
dipaparkan dalam pasal 29 UU No. 13 Tahun 2006 yang berbunyi: Tata cara
memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebagai berikut:
a. Saksi dan/atau Korban
yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat
yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK;
b. LPSK segera melakukan
pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.
Keputusan
LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan
perlindungan diajukan.
Selain Saksi dan Korban subjek yang mendapat
perlindungan LPSK yaitu: Saksi pelaku, Pelapor, dan Ahli. Kasus prioritas
perlindungan LPSK antara lain:
1. Terorisme
Perbuatan yang menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut
secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau
menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis,
lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan
motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
2. Pelanggaran
HAM berat
Pelanggaran hak asasi manusia
yang berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis, kelompok agama. Sedangkan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah
salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas
atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil.
3. Korupsi
Setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
4. Pencucian
Uang
Menempatkan,
mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat
berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana.
5. Narkoba
Zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-UndangNomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
6. Perdangan
Orang
Tindakan perekrutan,
pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan
utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di
dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan
orang tereksploitasi.
7. Kekerasan
Seksual terhadp Anak
Kekerasan adalah setiap
perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum, seperti diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2020 tentang
Perlindungan Anak.
8. Penyiksaan
Tindakan
dengan sengaja dan melawan hukum menimbulkan kesakitan atau penderitaan yang
berat, baik fisik maupun mental, terhadap seorang tahanan atau seseorang yang berada
di bawah pengawasan, seperti diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
9. Penganiayaan
Berat
Penganiayaan yang menyebabkan
timbulnya dampak luka berat.
Informasi lebih lanjut menganai Perlindungan Saksi dan
Korban dapat menguhubungi kontak LPSK pada:
Website LPSK pada
https://lpsk.go.id/ atau
Alamat
Jl.
Raya Bogor Km 24 No.47-49, Susukan Ciracas Jakarta Timur 13750
Telp
(021)29681560. Fax (021)29681551
Email :lpsk_ri@lpsk.go.id