PENGARUH KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
PENGARUH
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT TERHADAP
LINGKUNGAN HIDUP
(Dian Nur Pratiwi, S.H., M.H.Li, 198101082003122001, Pengadilan Negeri Pulang
Pisau)
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara keempat setelah Kanada,
Uni Soviet dan Amerika
Serikat yang
memiliki lahan gambut yang luas.
Luas
lahan
gambut
di Indonesia ditaksir
14,95
juta
hektar tersebar di
Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua serta sebagian kecil di Sulawesi.1
Produktivitas
lahan gambut sangat tergantung dari pengelolaan dan
tindakan manusia. Lahan gambut dikenal sebagai lahan yang rapuh atau rentan terhadap perubahan karakteristik yang tidak
menguntungkan. Pengelolaan lahan
gambut perlu hati-hati agar tidak terjadi perubahan karakteristik yang
menyebabkan penurunan produktivitas lahan, apalagi menjadi tidak produktif.
Salah satu pertimbangan yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan
lahan gambut
adalah tingkat ketebalan gambut tersebut. Lahan
gambut Indonesia tersebar antara lain di Pulau Papua, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan. Adapun
luasannya tentu saja akan mengalami
perubahan
dinamika
akibat adanya fakto-faktor
tertentu salah satunya adalah kebakaran hutan.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hampir selalu terjadi
setiap
tahunnya. Data KLHK
(Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia) mencatat bahwa berdasarkan interpretasi
citra landsat oleh KLHK
menyebutkan jika, luas indikatif
dari
Bulan Januari s.d. September 2019 adalah seluas 857.756 Ha. Luasan areal terbakar tersebut terbagi
menjadi di lahan
gambut seluas 227.304 Ha, dan di lahan tanah mineral seluas 630.451 Ha.
Angka luasan indikatif karhutla tahun 2019 tersebut ternyata masih 67% lebih
rendah jika dibandingkan dengan angka luasan indikatif karhutla tahun 2015 yang sebesar 2.611.411 Ha. Namun demikian luasan indikatif karhutla tahun
2019 masih sangat mungkin untuk meningkat hingga akhir tahun ini. Lokasi
Ha, Provinsi Jambi seluas 39.638 Ha, Provinsi Papua seluas 26.777 Ha, dan Provinsi NTB seluas 22.046 Ha. Selebihnya untuk Provinsi lainnya di Indonesia, luasan indikatif karhutlanya di
bawah angka 20 ribu Ha.2
Berdasarkan data dari
KLHK tersebut, maka dapat diketahui bahwa
kebakaran hutan ini akan meningkat setiap tahunnya apabila tidak ditangani
dengan baik. Kegiatan pertanian dan perkebunan, termasuk Hutan Tanaman
Industri
(HTI) dan kelapa sawit memberikan
kontribusi yang nyata
bagi rusaknya ekosistem gambut. Dalam hal ini, reklamasi dengan sistem drainase
berlebihan yang menyebabkan keringnya gambut menjadi faktor penyebab
kerusakan lahan gambut yang cukup signifikan. Terganggunya keseimbangan
hidrologis lahan gambut ini bisa dilihat pada bulan basah, dimana tinggi muka
air
gambut meningkat dan menggenangi permukaan. Sebaliknya pada bulan kering, tinggi muka air gambut menurun sehingga menyebabkan gambut menjadi kering dan mudah terbakar.
B. PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka issue hukum
yang akan diulas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja penyebab dan faktor pendukung terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut?
2. Bagaimana dampak kebakaran hutan
dan lahan
gambut terhadap
Lingkungan Hidup?
C. PEMBAHASAN
1. Penyebab Dan Faktor Pendukung Terjadinya Kebakaran
Hutan
Dan
Lahan Gambut.
Proses pembakaran (combustion) merupakan kebalikan
dari
reaksi fotosintesis, dimana kebakaran hanya akan
terjadi
apabila unsur bahan
bakar, oksigen dan panas sebagai unsur-unsur
segitiga api
bersatu.
Berdasarkan tipe bahan bakar dan sifat pembakarannya, kebakaran hutan dan lahan dapat dikelompokkan menjadi
tiga
tipe, yaitu:
a. Kebakaran bawah (ground fire) merupakan tipe kebakaran dimana api membakar bahan organik di
bawah
permukaan;
b. Kebakaran
permukaan (surface fire) yaitu tipe
kebakaran dimana
api membakar bahan bakar
permukaan yang berupa serasah, semak belukar, anakan, pancang, dan limbah pembalakan;
c. Kebakaran Tajuk
(crown fire) merupakan tipe kebakaran yang membakar
tajuk pohon (bagian atas pohon).
Kebakaran di lahan gambut biasanya diawali dengan penyulutan api di
atas
permukaan tanah.
Api akan
bergerak ke
segala arah, bawah permukaan, atas permukaan, kiri, kanan, depan dan belakang. Penjalaran api ke bawah permukaan yang
membakar lapisan gambut dipengaruhi oleh kadar air lapisan gambut dan tidak dipengaruhi angin sebagai
kebakaran bawah (ground fire).
Api akan bergerak ke
atas permukaan dipengaruhi oleh
kecepatan dan arah angin sebagai kebakaran permukaan (surface fire) dan
bila mencapai tajuk pohon akan menjadi kebakaran tajuk (crown fire).
Bagian pohon/ranting/semak
yang
terbakar dapat
diterbangkan angin
dan jatuh ke tempat baru sehingga
menyebabkan kebakaran baru sebagai api loncat (spot fire/spotting).
Sehingga
kebakaran di lahan
gambut (peatland fire) dapat
terdiri dari kebakaran bawah, kebakaran permukaan
dan kebakaran tajuk.
Sedangkan kebakaran gambut (peat fire)
merupakan tipe kebakaran bawah yang membakar lapisan gambut.
Gambut terbentuk dari tumpukan material organik yang terakumulasi selama
ribuan
tahun.
Secara alami,
tumpukan
material organik
tersebut basah dan menyimpan air
dalam jumlah
besar. Adapun yang dimaksud
dengan Lahan gambut adalah kawasan dengan tanah gambut.
Sifat tanah gambut
mirip dengan spons yang mampu menyerap dan menahan air. Kegiatan pengeringan membuat air yang tersimpan pada gambut mengalir
pada kanal-kanal buatan dan material organik yang semula
basah berubah
menjadi kering. Begitu juga pada musim kemarau tanah gambut akan menjadi
sangat kering dan mudah terbakar.
Pengeringan lahan akan membuat gambut secara konstan mengeluarkan emisi disebabkan material-material organik yang ada mulai terurai dan terdekomposisi. Selain itu, pengeringan menyebabkan fungsi penyerapan air pada gambut hilang karena gambut sudah tidak berfungsi sebagai tanah dan sifatnya sama seperti kayu kering. Material organik yang sudah kering tersebut dapat menjadi bahan bakar ketika ada api di permukaan, dan api dapat menjalar di dalam tanah.
Dilansir dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tanah gambut mengandung bahan bakar berupa sisa tumbuhan sampai di bawah permukaan tanah. Sehingga, jika terjadi kebakaran, api akan menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat. Ini membuat kebakaran sulit dideteksi secara dini dan baru terdeteksi setelah terjadi kebakaran yang luas diikuti dengan asap yang tebal. Kebakaran lahan gambut menjadi masalah karena sulit dipadamkan dan bisa berlangsung selama berhari-hari. Sebab, kondisi tipe kebakaran pada lahan gambut adalah tipe ground fire atau kebakaran bawah yang meluas di bawah permukaan secara horizontal.
Kebakaran gambut
(peat
fire) dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik
karakteristik gambut maupun cuaca, yaitu: kadar air gambut, tingkat
dekomposisi gambut,
tinggi muka air, maupun curah hujan. Tingkat
dekomposisi gambut
juga
mempengaruhi keterbakaran gambut, semakin
matang gambut (jenis
saprik) semakin sulit terbakar dibandingkan dengan
jenis gambut yang belum matang (jenis fibrik dan hemik).
Tinggi muka air
akan
mempengaruhi kadar air
gambut, sementara curah
hujan
mempengaruhi
tinggi muka air lahan gambut.
Kondisi
lahan gambut yang terbakar didominasi oleh proses
smoldering (pembaraan) tanpa nyala api yang terjadi di
permukaan gambut
karena energi yang dihasilkan dalam proses pembakaran sudah melemah
dan
tidak cukup untuk membakar bahan bakar gambut yang terdapat di permukaan dan sumber bahan bakar lainnya. Luas areal terbakar bertambah
karena early warning system, early detection system tidak bekerja karena
didukung oleh
sarana dan prasarana
pengendalian
kebakaran yang tidak mamadai sehingga korporasi tidak mampu
melindungi arealnya dari ancaman
bahaya kebakaran sehingga terjadi pembiaran (omission).
Kebakaran hutan dan lahan gambut yang
marak terjadi tentu saja
bukanlah hanya
disebabkan karena
faktor alam saja, meskipun kondisi- kondisi tertentu yang terjadi
sangat membuat rawannya terjadi
kebakaran
seperti fenomena el nino, yang berkecamuk
dalam beberapa dekade terakhir
yang sangat mempengaruhi
pada terjadinya kebakaran
hutan dan lahan
gambut. Selain
El Nino,
faktor iklim yang juga menyebabkan
kebakaran lahan
gambut adalah kekeringan, angin
kencang.
Namun selain itu,
tentu
ada banyak
faktor, dimana
mayoritas penyebab kebakaran hutan
dan lahan gambut khususnya di
Indonesia adalah karena ulah manusia, baik
itu
yang sengaja melakukan pembakaran itu sendiri maupun yang tidak sengaja
melakukan pembakaran atau factor kelalaian dari manusia tersebut dalam
memadamkan api.
Kebakaran hutan dan lahan gambut pada umumnya terjadi
karena adanya api yang berasal
dari pembakaran vegetasi yang memang disengaja akan tetapi tidak dikendalikan pada saat terjadinya kegiatan pembakaran tersebut, seperti pembakaran dalam rangka pembukaan areal Hutan Tanam
Selain itu kebakaran yang disebabkan oleh api
yang berasal dari aktivitas
manusia selama
pemanfaatan sumber daya alam, seperti misalnya
pembakaran semak
belukar yang menghalangi akses manusia dalam
pemanfaatan
sumber daya alam serta pembuatan api
untuk memasak oleh
para penebang liar
dan
pencari ikan di
dalam hutan. Kelalaian dalam memadamkan
api dapat menimbulkan kebakaran.
2. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut Bagi Lingkungan Hidup
Dampak kebakaran lahan gambut ini
sangat banyak, dan meliputi
di beberapa aspek kehidupan manusia. Dimana kebakaran hutan
dan
lahan gambut inilah nanti
akan secara nyata berpengaruh terhadap terdegradasinya kondisi lingkungan
hidup, Kesehatan manusia dan
juga
aspek sosial ekonomi bagi masyarakat.
Mengenai dampak
kebakaran hutan terhadap
terdegradasinya
kondisi lingkungan hidup terdapat beberapa akibat, yaitu sebagai berikut :
adanya perubahan kualitas fisik gambut yaitu penurunan porositas total,
penurunan kadar air tersedia, penurunan permeabilitas dan meningkatnya kerapatan
lindak,
terjadinya
perubahan kualitas
kimia gambut
yang
meliputi
peningkatan pH
tanah,
kandungan
fosfor dan
kandungan
basa
total, terganggunya proses dekomposisi
tanah gambut karena
mikroorganisme yang mati
akibat kebakaran,
perkembangan
populasi dan komposisi vegetasi hutan juga akan terganggu dikarenakan benih-benih
vegetasi di dalam tanah gambut rusak/terbakar
sehingga akan menurunkan
keanekaragaman
hayati,
rusaknya
siklus hidrologi karena dapat
menurunkan
kemampuan intersepsi
air
hujan ke dalam tanah, mengurangi
transpirasi vegetasi, menurunkan kelembaban tanah, dan
meningkatkan jumlah air yang mengalir di permukaan. Kondisi demikian menyebabkan gambut menjadi kering dan
mudah terbakar,
terjadinya
sedimentasi
dan perubahan kualitas
air serta turunnya populasi dan keanekaragaman ikan di perairan.
Selain itu, dampak
selanjutnya adalah oleh karena gambut berfungsi menyimpan cadangan
karbon, apabila terjadi kebakaran maka akan terjadi emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar. Sebagai gas rumah kaca,
karbondioksida berdampak pada pemanasan global. Hal ini
bisa dilihat dari
adanya dampak bagi
emisi gas rumah kaca. Gambut merupakan akumulasi
bahan organik selama ribuan tahun,
adalah salah satu penyimpan karbon
tertinggi di
dunia, sehingga dengan adanya kebakaran gambut, maka otomatis bisa melepaskan metana beberapa kali lipat
dibandingkan
kebakaran jenis lahan lainnya. Secara total, dampak kebakaran lahan
gambut terhadap pemanasan global bisa lebih besar daripada kebakaran
pada
jenis lahan lainnya. Kebakaran lahan gambut berdampak pada
kehilangan cadangan karbon, cadangan
air, maupun
keanekaragaman hayati pada jumlah yang relatif besar. Keseluruhan lahan gambut yang ada
di
dunia hanya sedikit dibandingkan total daratan yang ada. Namun, lahan
gambut inilah ini dapat menyimpan karbon yang cukup banyak dari jumlah
karbon tanah yang tersimpan di seluruh dunia di bandingkan dengan dari tanah
mineral.
Kebakaran
hutan dan
lahan
gambut
telah melepaskan karbon yang di antaranya berasal dari emisi
tanah gambut. Hal
ini
akan memperburuk dampak dari krisis iklim yang sudah kita rasakan sekarang,
dan
tentunya sangat berpengaruh dengan generasi yang akan datang.
D. KESIMPULAN
1. Penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut selain factor alam seperti
fenomena el nino, angin kencang, kekeringan karena musim kemarau juga disebabkan oleh faktor manusia antara lain pembakaran vegetasi untuk
pembukaan areal lahan, aktivitas pemanfaatan sumber daya alam dan
penguasaan lahan.
2. Dampak kebakaran hutan dan lahan telah menimbulkan kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup baik nasional maupun lintas batas
negara, yang secara
nyata berpengaruh terhadap terdegradasinya kondisi lingkungan yaitu adanya perubahan kualitas fisik dan kimia gambut, terganggunya proses dekomposisi tanah gambut, perkembangan populasi dan komposisi vegetasi hutan terganggu, rusaknya siklus hidrologi, emisi
karbon yang sangat besar.
d. SARAN
1. Dalam rangka
mengantisipasi kebakaran
hutan
dan lahan
gambut
setidaknya
harus dilakukan Pencegahan kebakaran
adalah kegiatan
pengendalian kebakaran yang dilakukan sebelum terjadi
kebakaran dengan tujuan untuk meminimalkan kejadian kebakaran hutan dan lahan. Salah
satu
cara pencegahan adalah
Sistem Peringatan Dini (early warning system) yang
merupakan integrasi dari
unsur-unsur cuaca
dan bahan
bakar. Cara lainnya adalah penyiapan lahan tanpa bakar (zero burning) dan manajemen bahan bakar antara lain:
pembuatan kompos/briket arang,
biogas, pemanfaatan log bekas tebangan untuk bahan baku pembangkit tenaga listrik.
2. Supaya dilakukan perbaikan tata kelola air di lahan gambut di areal konsesi perkebunan sangat berperan
dalam mencegah potensi kebakaran
hutan dan lahan serta menghadapi potensi musim kering sebagai sarana pencegahan serta penanggulangan kebakaran hutan
dan
lahan gambut,
serta pihak
pemerintah harus melakukan
pembinaan kepada pemegang konsesi perkebunan untuk melakukan perbaikan-perbaikan tata kelola gambut di areal konsesinya untuk segera
melakukan pemulihan Ekosistem Gambut dan
menyusun dokumen perencanaan pemulihan ekosistem gambut supaya
perusahaan termonitor dan terkontrol oleh pemerintah, dengan mudah dapat
diketahui
pada lolaksi mana
potensi terjadi
kebakaran hutan
dan lahan
sehingga dapat dilakukan antisipasi pencegahannya.
3. Dalam hal
pemadaman kebakaran hutan dan lahan gambut, yang perlu
disiapkan adalah: organisasi pemadam kebakaran, sistem deteksi dini melalui
informasi hotspot dan sistem patroli, pelatihan teknik dan strategi pemadaman
kebakaran (langsung maupun tidak langsung), pemadaman udara, maupun
teknologi
hujan
buatan.
4. Dilakukan penegakan hukum
pasca
kebakaran. Berdasarkan
PP No. 45
tahun
2004 tentang Perlindungan Hutan, kegiatan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan gambut
meliputi kegiatan penegakkan hukum dan
rehabilitasi lahan gambut.
Kegiatan penegakkan hukum didasarkan pada peraturan perundangan yang terkait dengan pembakaran, antara lain: UU No.
32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup,
UU No.
41 tahun 1999
tentang Kehutanan, dan UU No.
18 tahun
2004
tentang Perkebunan yang kemudian diganti menjadi UU No.39 tahun 2014.
Rehabilitasi lahan gambut sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan jenis-
jenis endemik yang tumbuh di lahan gambut seperti jelutung yang dapat ditanam dengan pola agroforestry,
sehingga produktivitas lahan menjadi
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, UU No. 32
tahun 2009,
Indonesia,
Undang-Undang Tentang Kehutanan, UU No. 41 tahun 1999, Indonesia,
Undang-undang Tentang Perkebunan, UU No. 18 tahun 2004 Jo UU
No.39 tahun 2014
Pemerintah Indonesia. 2016. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor
57 Tahun 2016, tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2014
tentang
Perlindungan
dan Pengelolaan Ekosistem
Gambut. Sekretariat Negara: Jakarta.
2. Buku
Adinugroho, W.C. 2004. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Gambut,
Wetlands International
Indonesia Programme : Bogor.
Agus, F. dan I.G. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan.
Balai PenelitianTanah danWorld
Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.
Akbar, Acep. 2016. Pemahaman dan Solusi Masalah
Kebakaran Hutan di
Indonesia, Forda Press : Bogor.
3. Makalah dan jurnal ilmiah
Bambang Hero Saharjo. 2020. Materi Diklat Sertifikasi Lingkungan Hidup;
Pembuktian llmiah
dalam Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan dan/atau Lahan, Bogor,
Indonesia
Masganti, Khairil Anwar,
Maulia Aries Susanti. 2017. Potensi dan Pemanfaatan Lahan Gambut Dangkal untuk Pertanian (Potential and Utilization of
Shallow Peatland for Agriculture). Balai Penelitian Pertanian,
Banjarbaru
Wahyunto, K. Nugroho, S. Ritung, dan Y. Sulaiman. 2014.Indonesian peatland map: method, certainty, and uses. Hlm 81-96. Dalam Wihardjaka et al.
(Eds.). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Berkelanjutan Lahan
Gambut Terdegradasi
untuk
Mitigasi
GRK
dan Peningkatan Nilai
Ekonomi. Balitbangtan, Kementerian
Pertanian.
4. Internet
https://environment-indonesia.com
https://wri-indonesia.org/id/blog/4-dampak-penyiapan-lahan-dengan- pembakaran-terhadap-kondisi-biofisik-lahan-gambut
http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/2151
Article Download : PENGARUH KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP